PENGERTIAN PROFESIONALISME
Profesionalisme
(profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan,
kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya
terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal
daripada profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion dan memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme
adalah tingkah laku, kepakaran atau kualiti dari seseorang yang profesional
(Longman, 1987).
CIRI-CIRI PROFESIONALISME
Seseorang
yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk
mewujudkan kerja-kerja yang profesional. Kualiti profesionalisme didokong oleh
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keinginan
untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati piawai ideal.
Seseorang
yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu berusaha mewujudkan dirinya
sesuai dengan piawai yang telah ditetapkan. Ia akan mengidentifikasi dirinya
kepada sesorang yang dipandang memiliki piawaian tersebut. Yang dimaksud dengan
“piawai ideal” ialah suatu perangkat perilaku yang dipandang paling sempurna
dan dijadikan sebagai rujukan.
2.
Meningkatkan dan memelihara imej profesion
Profesionalisme
yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan
memelihara imej profesion melalui perwujudan perilaku profesional.
Perwujudannya dilakukan melalui berbagai-bagai cara misalnya penampilan, cara
percakapan, penggunaan bahasa, sikap tubuh badan, sikap hidup harian, hubungan
dengan individu lainnya.
3. Keinginan
untuk sentiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat
meningkatkan dan meperbaiki kualiti pengetahuan dan keterampiannya.
4. Mengejar
kualiti dan cita-cita dalam profesion
Profesionalisme
ditandai dengan kualiti darjat rasa bangga akan profesion yang dipegangnya.
Dalam hal ini diharapkan agar seseorang itu memiliki rasa bangga dan percaya
diri akan profesionnya.
KODE ETIK PROFESIONAL
Kode
etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok
profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana
seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.
Apabila
anggota kelompok profesi itu menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok
profesi itu akan tercemar di mata masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi
harus mencoba menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri. Kode etik profesi
merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan
pemikiran etis atas suatu profesi.
Kode
etik profesi dapat berubah dan diubah seiring perkembangan zaman. Kode etik
profesi merupakan pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan
nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar.
Kode
etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Setiap kode etik
profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara rapi, lengkap, tanpa
catatan, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan menyenangkan
pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang baik-baik.
Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol
yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud
tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu
kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang
sistematis.Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok
tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di
tempat kerja.
MENURUT
UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN) Kode etik profesi adalah pedoman sikap,
tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan
sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah
lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam
masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang
teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah SUMPAH
HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.Kode
etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi
setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti.Kode etik tidak
menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak
adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri.
Kode etik tidak akan efektif kalau di drop
begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain;
karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam
kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan.Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan.Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
SANKSI
PELANGGARAN KODE ETIK :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika
profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum
yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih
memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna
walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.
Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis
secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik,
apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak
boleh dilakukan oleh seorang professional
TUJUAN
KODE ETIK PROFESI :
1.Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun
fungsi dari kode etik profesi adalah :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam
berbagai bidang.
Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia
cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi
kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia
(IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik
Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh
organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.Suatu gejala agak baru
adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan swasta cenderung membuat kode
etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan
sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut
dinilai positif.
Kode Etik Insinyur Indonesia Dan
Pelanggaranya
Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
adalah organisasi yang berdiri sejak Tahun 1952 didirikan oleh Bapak Ir.
Djuanda Kartawidjaja dan Bapak Ir. Rooseno Soeryohadikoesoemo di Bandung,
merupakan organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah Ikatan Dokter
Indonesia (IDI). Dalam sejarahnya PII telah banyak menelurkan
cendekiawan-cendekiawan dan profesional-profesional yang memegang peranan
penting di tanah air kita dalam beberapa dekade ini. PII di dalam
menjalankan proses kaderisasi insinyur melalui continuous development program (CPD) yang isi programnya selain berisikan
pengetahuan keinsinyuran (sains dan teknologi) juga menitikberatkan pada
pengenalan dan pemantapan pembahasan mengenai ‘etika profesi
Insinyur’. Sarjana Teknik diharapkan setelah menjadi Anggota PII
diwajibkan memegang teguh etika profesi keinsinyuran yang dituliskan dalam Kode
Etik Insinyur Indonesia,
Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia*.
Catur karsa
adalah 4 prinsip dasar yang wajib dimiliki oleh Insinyur Indonesia antara
lain:
1. mengutamakan keluhuran budi,
2.
menggunakan
pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia,
3.
bekerja
secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya dan
4.
meningkatkan
kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
Saya membaca 4
prinsip dasar ini menyimpulkan Insinyur Indonesia dituntut menjadi
insan yang memiliki integritas (budi pekerti luhur) dan semata-mata bekerja
mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat manusia dari kepentingan pribadi
dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan keahlian engineeringnya.
Sapta Dharma
adalah 7 tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yang merupakan pengejawantahan
dari catur karsa tadi antara lain:
1. mengutamakan keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat,
2.
bekerja
sesuai dengan kompetensinya,
3.
hanya
menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan,
4.
menghindari
pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya,
5.
membangun
reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing,
6.
memegang
teguh kehormatan dan martabat profesi dan
7.
mengembangkan
kemampuan profesional.
Apabila kita
baca lagi lebih seksama, sapta dharma substansinya adalah sama dan
seiring dengan catur karsa, bahwa Insinyur Indonesia dituntut untuk
memegang teguh etika dan integritas di dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya di mana pun dia bekerja sehingga dia bisa tetap
mempertahankan reputasi profesinya dari waktu ke waktu. Substansi utama kode etik
Insinyur menurut saya tidak lain adalah etika dan integritas.
Apa pun yang Insinyur lakukan entah itu dalam rangka pengembangan kompetensi
keinsinyuran atau pun dalam rangka membangun hasil karya keinsinyuran
tetap saja selalu mengacu pada prinsip etika dan integritas.
Penulis lebih
dalam lagi mengupas salah satu tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yakni
membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing. Beberapa uraian
dari sikap dan perilaku ini adalah antara lain: memprakarsai pemberantasan
praktek-praktek kecurangan dan penipuan; tidak menawarkan, memberi, meminta
atau menerima segala macam bentuk perlakuan yang menyalahi ketentuan dan
prosedur yang berlaku, baik dalam rangka mendapatkan kontrak atau untuk
mempengaruhi proses evaluasi penyelesaian pekerjaan. Dua uraian ini
memaparkan betapa perlunya seorang Insinyur di dalam menjalankan
praktek-praktek keinsinyuran mengikuti etika dan aturan hukum yang
berlaku, on how the engineers should act. Insinyur
dituntut untuk tidak tergoda dengan segala bentuk penyuapan atau gratifikasi
atau bribe dalam
istilah Inggris. Bahkan Insinyur dituntut untuk memkampanyekan anti-kecurangan,
anti-penipuan termasuk anti-penyuapan dan berbagai bentuk
korupsi dalam ruang lingkup organisasi di mana dia
berada, ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam
ruang lingkup proyek-proyek internasional yang melibatkan banyak negara.
Kode etik profesi keinsinyuran yang dikeluarkan oleh
Persatuan Insinyur Indonesia adalah sangat relevan dengan cita-cita
Pancasila dan UUD 1945, seiring sejalan dengan program-program yang dicanangkan
oleh lembaga -lembaga anti-korupsi di dalam mengurangi bahkan memberantas
praktek-praktek korupsi di bumi nusantara. Korupsi, suap dan segala bentuk
lainnya bukan hanya mengganggu keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia
tetapi juga bisa menjadi contoh buruk dan tidak terpuji yang akan
kita tularkan ke generasi penerus selanjutnya, sehingga menjadi tugas kita
bersama, korupsi dan segala bentuknya ini harus diberantas dan
dibumihanguskan dari tanah air tercinta. Kode etik Insinyur ini memang
hanya berlaku untuk Insinyur Indonesia saja tetapi apabila semua anggota
Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang selanjutnya diberi gelar sebagai Insinyur
bisa memberikan keteladanan kepada profesi-profesi lainnya di Indonesia saya
yakin ini bisa menjadi preseden positif di dalam menggiring bangsa ini menuju
bangsa yang lebih sejahtera dan bermartabat.
Tahun 2011 lalu Pemerintah mencanangkan program MP3EI
dengan tujuan mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui
pengembangan delapan (8) program utama meliputi sektor industri
manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi,
energi dan pengembangan kawasan strategis nasional. Target yang ingin
diraih bukanlah main-main. Tahun 2011 PDB kita US$846 miliar
dengan PDB per kapita US$3.495 dan menjadikan Indonesia peringkat
ke-16 dunia, maka pada 2025 PDB Indonesia diperkirakan akan mencapai US$4.000
miliar dengan PDB per kapita US$14.250 dan berada di peringkat ke-11 dunia.
Prediksi yang lebih jauh lagi pada 2045, saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia,
PDB ditargetkan akan mencapai US$15.000 atau berada di peringkat ke-6 dunia
dengan PDB per kapita US$44.500. Untuk mengarah kesana ada beberapa hal yang
bisa menjadi pendorong percepatan, yakni: (1) investasi berbagai kegiatan
ekonomi di 6 koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa
Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku, semuanya senilai Rp2.226 triliun; (2) konektivitas
yang sejatinya adalah pelengkapan infrastruktur senilai Rp1.786 triliun; dan
(3) penyiapan SDM nasional dan penguasaan Iptek.
Insinyur dalam
kerangka MP3EI adalah sebagai aktor utama pembangunan, menjalankan profesi
keinsinyuran pada proyek-proyek infrastruktur mulai terlibat dari fase
inisiasi, fase perencanaan, fase eksekusi dan monitoring dan faseproject close-out dan ini
tidak main-main, pemerintah membutuhkan insinyur-insinyur handal yang
mengedepankan profesionalisme, etika dan integritas dengan menjunjung tinggi
dan menjalankan kode etik profesi Insinyur. “Insinyur-insinyur
Indonesia diharapkan menjamin kehandalan serta keunggulan mutu, biaya dan
waktu penyerahan hasil dari setiap pekerjaan dan karyanya”, salah satu uraian
dari tuntunan sikap dan perilaku Insinyur. Output dari
proyek-proyek MP3EI ini sangat bergantung pada kualitas
Insinyur-insinyur kita, semakin mature mereka (from technical and attitudes stand
point) maka semakin bagus pula product deliverables proyek-proyek
yang terselesaikan. Ini juga menjawab betapa pentingnya eksistensi organisasi
PII di dalam mendidik dan membina Insinyur-insinyur pembangunan yang
juga pastinya akan memegang peranan strategis pada segala lini
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Muncul satu
pertanyaan pamungkas seorang mahasiswa kepada saya beberapa waktu lalu
“Bagaimana dengan Insinyur-insinyur yang bekerja pada suatu
lembaga kementerian atau lembaga pemerintahan misalnya, walaupun
sudah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek di lapangan apakah
mereka masih diikat oleh kode etik Insinyur tadi?”. Jawabannya iya,
di mana pun mereka berada, apa pun posisi dan jabatannya, sekali
insinyur dia tetap adalah Insinyur dan akan tetap memegang teguh kode etiknya
sebagai insinyur bahkan ketika menduduki posisi strategis di negeri ini mereka
harusnya diharapkan lebih leluasa mengkampanyekan program pemberantasan
praktek-praktek kecurangan, penipuan, bahkan praktek korupsi. Mereka harus
menjadi leader yang memberikan keteladanan
tentang bagaimana Insinyur bersikap dan berperilaku sesuai dengan catur
karsa sapta dharma Insinyur Indonesia.
Penulis berandai-andai, seandainya periode
depan ternyata yang terpilih menjadi Presiden Indonesia adalah Insinyur maka
sepantasnyalah dia terus bersikap dan berperilaku sebagai Insinyur Indonesia
dengan mengimplementasikan kode etik Insinyur di dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pemimpin negara dan teladan rakyat. Mungkinkah ini
terjadi lagi setelah Ir. Soekarno dan Ing. BJ Habibie? Saya mengharapkan
demikian.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar